Konyol, 2013
Saat
cinta menuntunmu bertemu dengan dia yang arogan, bossy, posesif, selalu
menganggapmu salah, dan mempertanyakan seberapa besar kecocokan kalian berdua.
Dan dilema menuntutmu untuk memutuskan bertahan atau berakhir. Saat kau hanya
bisa diam menyimpan emosimu. Saat kupingmu nyaris meledak mendengar semua
tuduhan bodohnya, saat seluruh penjelasanmu dianggapnya konyol. Perlukah kita
bertanya Pernakah dia melihat dirinya sendiri? Pernakah dia mempertanyakan
perlakuan dirinya sendiri yang mungkin menjadi dasar perbuatanmu? Pernakah dia
mempertanyakan apakah dia Tuhan yang selalu benar?
Lalu
saat kau lelah untuk membantah tuduhan itu dan sepenuhnya memilih diam,
membiarkannya larut dalam tuduhan-tuduhannya dan gambaran tentang dirimu dalam
otaknya, perlukah kita bertanya apa dia telah benar-benar mengenal kita? Apa
dia benar-benar tau bahwa kita bukanlah orang yang peduli pandangan orang lain
terhadap kita?
Selanjutnya
apa yang terjadi? Akankah dia mengakhirinya dan membiarkannya tetap pada
pendiriannya bahwa kita adalah kesalahan? Atau justru dia akan mengakhirinya
dan menceritakan semuanya dengan pandangan dan tuduhannya yang sepenuhnya salah
itu? Lalu apa kau akan peduli dengan mereka yang mendengar cerita salah
mengenaimu itu?
Semuanya
terlihat seakan kau memang terlahir untuk salah. Membiarkan orang lain
mendengarnya dan ikut menganggapmu salah. Dan begitu seterusnya tanpa mereka sadari
bahwa merekalah yang salah.
Oh
ayolah, bukannya Tuhan yang akan menjelaskan itu semua? Biarkan. Mereka tau apa
tentangmu? Biarkan mereka sadar bahwa terkadang, sebuah cerita harus terdengar
dari dua sisi. Dirinya dan dirimu, sebelum dia memutuskan. Orang lain mungkin
mengenali dirimu dengan baik, tapi bukan berarti kau tak mengenal dirimu
sendiri. Orang lain juga manusia, bisa salah.
Sayangnya
cinta memang tak dimengerti, memabukkan. Cinta bisa menjadi otak,
mengendalikanmu sepenuhnya. Tapi bukan berarti cinta tak bisa kau kendalikan,
bukan?
Terkadang,
kau harus mendengar apa yang orang katakan. Saat mereka berkata tidak dengan
kesungguhan, maka tidak. Apa kalian Tuhan yang bisa memaksakan kehendak kalian
pada orang lain? Tidak, maka tidak. Tapi Tidak, bisa berubah menjadi Ya
saat Tuhan menyuruh waktu untuk membuatmu berkata Ya.
Bukan,
ini bukan wujud keegoisan kami. Hanya ini titik kejenuhan kami, mungkin Tuhan
telah menyuruh waktu untuk membuatku jenuh. Membuatku sedikit meluruskan
kekusutan.
Tenang,
kami mengerti apa maksud dan tujuan kalian. Kami mengerti itu suatu wujud cinta
kalian. Percayalah, itu yang membuat kami tetap bertahan. Diringi harapan suatu
saat kau juga mengerti kami seperti kalian menuntut kami untuk mengerti.
Berubah seperti kalian menuntut perubahan kami. Dan sadar bahwa kami, masih
bisa menjadi apa yang kami mau.
Cinta
sudah terlanjur mengendalikanmu, membuatmu bertahan. Tapi kau masih bisa
mengendalikan cinta, karena saat ini, kau sedang melawannya. Cinta itu miris,
anak berusia 15 tahun tau apa tentang cinta? Siapa yang tau pasti soal cinta?
Ha-ha-ha.
Sudahlah,
kita cuma bisa berharap Tuhan menyuruh waktu memberitahumu yang sebenarnya.
Comments
Post a Comment