Aroma bunga, 2023

Angin Jakarta tak begitu dingin malam ini, justru tertiup sepoi menenangkan. Tak ada suara bising kendaraan atau keluhan pejalan kaki yang nyaris tertabrak. Hanya aku, segelas teh hangat, dan lampu dari gedung-gedung tinggi yg jauh disana.

Angin sekali lagi berhembus, menerbangkan beberapa helai rambut yang keluar dari hoodie. Lampu merah berkedap-kedip menjadi fokus utamaku kali ini, menatap kosong menemani lagu yang kupilih malam ini.


Seekor kucing menghapiriku, duduk manis sembari menjilat kakinya.

“Mau teh, cing?,” tawarku.

“Kucing ga minum teh, Ya.”

Aku menoleh ke sumber suara, “sejak kapan lo disitu? Kok gue ga sadar?”

“Lo mah sadarnya sama kucing doang,” dia berjalan menghampiri. Mengambil posisi di sebelahku, menatap deretan gedung yang mencuri pandanganku sedaritadi.


Kucing itu berlalu, membiarkanku berdua bersamanya.

“Lagi galau ya?,” tanyanya santai.

Aku hanya menggeleng, lalu menyesap teh yang mulai dingin.


Kami hanya terdiam sepanjang malam, berkelut dengan pikiran masing-masing. Membiarkan lagu yang kuputar menemani malam yang semakin larut.

Hingga aku terbatuk, tiba-tiba.


Dia menoleh, menepuk kepalaku tenang. “Sepertinya sudah waktunya kembali ke kamar sebelum lo pingsan disini. Gue gamau angkat lo sendirian ya, berat.” Ucapnya secara berlalu.

Aku mendengus kesal sembari menenggak habis gelas tehku.

“Ya,” panggilnya. “Lo tau kan kalau lo bisa cerita ke gue?”

Aku tersenyum, “I know.”

Dia balas tersenyum sembari mengangguk, “yaudah ayo!”


Aroma bunga tertangkap indra penciumanku, membuat senyum ini semakin merekah seraya mengikutinya menuruni tangga. Malam ini berakhir cukup manis, seperti aroma bunga itu. 











Comments