Chapter 5, 2012


Loli


AKU BOSAN!!

Sepertinya aku harus menulis kata itu besar-besar di atas kepalaku biar dunia tau! Baiklah, ini terlalu berlebihan. Satu-satunya yang aku butuhkan saat ini adalah Farel. Orang yang bisa aku jaili sepuasnya!! Tapi, dimana dia?

Aku masih berjalan sepanjang koridor. Aku tau dia sedang berada di ruang osis atau mungkin di lab. Biology bersama kumpulan binatang malang yang akan dia belah. Tidak, farel tak pernah bermimpi menjadi seorang dokter atau peneliti mayat dan sebagainya. Farel tak punya mimpi.
Farel, dia hanya melakukan segala hal yang dia rasa menarik. Sayangnya, Pak Tomy sang guru biology menahannya beberapa hari ini untuk menemaninya meneliti spesies aneh yang menurutku hanya sejenis dengan seekor tikus yang mungkin lebih besar. Tapi sepertinya aku keliru, dia tak berada di salah satu diantara dua tempat itu. Dimana dia?
Aku berjalan bosan menuju lapangan basket, duduk di kursi taman yang berada di sebelahnya. Menatap kosong langit beserta orang-orang yang lewat di hadapanku. Tak ada yang menarik. Tak ada bintang. Tak ada Farel.

"Sendirian?"
Aku berbalik, dan anak-baru-dari-Rusia-yang-digilai-anak-cewek-sesekolahan itu duduk di sebelahku. Aku bingung apa yang membuat seluruh sekolah memperhatikannya? Mereka semua seperti itu pada semua pria? Bahkan pada Farel juga. Apa menariknya?
"Oiya, kita belum kenalan. Jerry."
Anak-baru-dari-Rusia-yang-katanya-bernama-Jerry itu mengulurkan tangannya. Dengan malas-malasan aku menyalaminya. "Loli, aku pernah memberitahumu bukan?"
Dia tertawa, membuatku segera menatapnya heran. "Namamu mengingatkanku akan sesuatu."
"Apa itu?"
Dia tertawa lagi, sepertinya kali ini aku tau dia menertawakan namaku bersama wajah tololku. Aku mencibir. Mencoba tak memperdulikannnya.
"Lolipop." Dia tertawa pelan, "sayangnya kau tak semanis lolipop."
Aku menatapnya garang. Siapa dia berani menilaiku sembarangan?
"Kau lebih mirip sambal. Garang."
Yeah... Mungkin wajar saja, karena saat ini moodku sedang jelek. Tapi apa iya aku segalak itu?
"Hei, aku hanya bercanda. Kau cantik." Baiklah, mungkin ini dia rayuan pulau hawai dari seorang pria Rusia. Cowok memang sama saja.
"Kau tak marah kan?" Aku menggeleng. "Jadi kita teman?" Lanjutnya lagi seraya mengangkat kelingkingnya tepat di depan wajahku.
Ku kaitkan kelingkingku di kelingkingnya, "teman."
Sedetik kemudia aku tersadar, aku tau apa yang membuat mereka terpesona. Apa yang membuat mereka memujanya. Matanya. Mata abu-abu khas pria Rusia. Mata abu-abu yang dulunya hanya ku hayalkan saat membaca novel. Mata abu-abu yang menyejukkan.

Aku melihatnya.
Melihat wajahku di mata abu-abu itu.
Melihat matanya yang menatapku.
Mata indah itu.

Comments